BAHAYA DIARE PADA BALITA
Diare
merupakan suatu perubahan pada frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal atau perubahan pada konsistensi feses menjadi lebih encer atau
keduanya dalam waktu kurang dari 14 hari. Umumnya disertai oleh gangguan pada
saluran pencernaan yang lain misalnya sperti mual, muntah, nyeri perut, dan
pada beberapa kasus disertai darah pada feses. Diare dapat menyerang anak-anak
maupun dewasa, namun bayi dan balita lebih rentan terserang penyakit ini.
Diare
pada anak merupakan masalah kesehatan dengan angka kematian yang tinggi
terutama pada anak umur 1 sampai 4 tahun, jika tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat dan memadai [1]. Menurut data UNICEF (The
United Nations Children’s Fund) dan
WHO (World Health Organization) pada tahun 2009, diare merupakan
penyebab kematian nomor dua pada balita di dunia, nomor tiga pada bayi dan
nomor lima bagi sejumlah umur. Data UNICEF memperkirakan bahwa 1,5 juta anak
meninggal dunia setiap tahunnya karena diare[2]. Banyak faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya
penyakit diare. Penyebab tidak langsung terjadinya penyakit diare seperti :
status gizi, pemberian ASI eksklusif, lingkumgan, perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), kebiasaan mencuci tangan, imunisasi, perilaku makan dan sosial
ekonomi. Sedangkan penyebab secara langsung terjadinya penyakit diare antara
lain : infeksi bakteri, virus, alergi, parasit, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, buah-buahan,
sayur-sayuran, dan ikan.
Pencegahan
terhadap penyakit diare dapat dilakukan antara lain dengan cara mencuci tangan
menggunakan sabun pada saat sebelum makan maupun sesudah buang air besar,
begitupun makanan harus memiliki gizi yang baik, karena gizi yang rendah pada
balita akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare bahkan gizi yang
buruk dapat mempengaruhi kejadian dan lamanya diare. Beberapa obat antidiare
yang umum digunakan antara lain : loperamid (antimotilitas), attapulgit,
kaolin, pektin (adsorben), oralit (cairan rehidrasi oral), lactobacillus
(probiotik), dan zinc sulfat (suplemen). Akan tetapi untuk menggunakan obat
tersebut harus konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu agar sesuai dengan
kondisi diarenya.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang membaca
terimakasih ................... ^_^
Semoga sehat selalu aamiin
Referensi
1. Kementrian
Kesehatan RI. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita. Direktorat
Jendral Pengadilan Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 2011.
2. WHO
(2013). Weekly surveillance activities report. Retrieved may 20th, 2014,
from www. who.int.